FIKIH EKOLOGI: KONSERVASI LINGKUNGAN DAN UPAYA PENCEGAHAN KERUSAKANNYA



A.    Konsep Konservasi Lingkungan
Dalam sejarah kemanusian, konservasi alam bukanlah hal yang baru, misalnya pada tahun 252 SM, Raja Asoka dari India secara resmi mengumumkan perlindungan satwa, ikan dan hutan. Peristiwa ini merupakan awal yang tercatat dari apa yang sekarang kita sebut kawasan lindung. Pada sekitar tahun 624-634 M, Nabi Muhammad SAW juga membuat kawasan konservasi yang dikenal dengan hima’ di daerah Madinah. Kemudian Tahun 1084 M, Raja Wiliam 1 dari Inggris memerintahkan menyiapkan The Domessday Book yaitu suatu inventarisasi tanah, hutan, daerah penangkapan ikan, areal pertanian, taman buru, dan sumberdaya produktif milik kerajaan yang digunakan sebagai daerah untuk membuat perencanaan rasional bagi pengelolaan pembangunan negaranya.

1.      Pengertian Konservasi Lingkungan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan melalui proses pelestarian. Sedangkan lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam, seperti: tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh diatas tanah maupun di dalam lautan.
      Dalam pandangan Islam, Konservasi adalah amanah dari Allah untuk manusia. Manusia sebagai wakil Allah dimuka bumi (khalifatullah fil ardh) harus memahami hubungan antara dirinya dengan Allah dan lingkungan.. fikih ekologi merupakan konservasi lingkungan berbasis syariat. Konservasi lingkungan bukan hanya bermotif penyelamatan dan pemeliharaan lingkungan secara syar’i, namun lebih dari itu memiliki tujuan spiritual, yaitu membangkitkan semangat beribadah kepada Allah melalui alam sekitar.

2.      Lingkup Konservasi Lingkungan
Lingkup Konservasi lingkungan meliputi: konservasi tanah, konservasi daerah aliran sungai, konservasi daerah pesisir dan laut, konservasi hutan dan konservasi tipe ekosistem. Contoh upaya konservasi tanah adalah memelihara dan mempertahankan produktifitas tanah agar dapat dipergunakan secara lestari dan menerapkan pola tanam yang dapat mengurangi erosi. Upaya yang bisa dilakukan dalam konservasi daerah aliran sungai dengan melalui pengendalian pencemaran air, limbah rumah tangga, limbah industri,  dan lain-lain. Untuk konservasi daerah pesisir dan laut upaya yang diperlukan antara lain adanya penetapan kawasan lindung, kawasan budidaya, baik berupa perikanan, tambak, atau flora fauna. Contoh konservasi hutan adalah menjamin pemanfaatan kayu dari hutan dan reboisasi. Adapun contoh upaya konservasi tipe ekosistem adalah kegiatan pelestarian tumbuhan dan hewan.

B.     Penyebab Kerusakan Lingkungan
1.      Faktor Manusia
Kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan manusia jauh lebih besar dibandingkan dengan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh proses alam. Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh faktor manusia terjadi dalam berbagai bentuk, seperti: pencemaran, pengerukan, dan penebangan hutan
Allah melarang manusia untuk merusak lingkungan, meskipun manusia sebagai khalifah diberi kuasa untuk mengelola dan memelihara alam. Kedudukan manusia dan alam semesta adalah setara di hadapan Allah. Q.S Al-A’raaf ayat 56:
Yang artinya “dan janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan), sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang yang berbuat baik”.

2.      Faktor Alam
Kerusakan lingkungan yang disebabkan faktor alam pada umumnya merupakan bencana alam seperti letusan gunung berapi, banjir, angin puting beliung, gempa bumi, tsunami, dan sebagainya. Ada beberapa faktor lain penyebab keruskan lingkungan antara lain:
a.       Pertambahan penduduk yang pesat
b.      Perkembangan teknologi yang pesat
c.       Kebijakan dan pengelolaan keanekaragaman hayati
d.      Perubahan sistem nilai budaya masyarakat dalam memberlakukan keanekaragaman hayati

C.    Dampak Kerusakan Lingkungan
Dampak kerusakan lingkungan terhadap makhluk hidup semakin hari terus bertambah. Dampak tersebut berupa penyakit dan berbagai macam permasalahan lain. Penyakit tersebut dapat langsung dirasakan maupun penyakit yang timbul karena akumulasi bahan polutan dalam tubuh manusia.
Akibat pencemaran lingkungan adalah :
1.      Punahnya spesies
2.      Perkembangan hamayang cepat
3.      Gangguan keseimbangan lingkungan
4.      Kesuburan berkurang
5.      Keracunan dan penyakit
6.      Pemekatan hayati
7.      Terbentuknya lubang ozon dan efek rumah kaca

D.    Pandangan Islam Terhadap Konservasi Lingkungan
Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT (hablun minaallah), mengatur dirinya sendiri, mengatur hubungan antar manusia (hablun minannas) dan mengatur hubungan dengan alam (hablun minal ‘alam). Berkaitan dengan ajaranislam yang mengatur hubungan manusia dengan alam, hal ini menjadi dasar bagi tegaknya keseluruhan peradaban islam, termasuk penataan lingkungan. Perspektif ini dibangun dari konsep tauhid dan ibadah. Konsep tauhid memberikan cara pandang bahwa manusia, alam dan kehidupan diciptakan Allah SWT dengan tujuan tertentu, seperti yang dijelaskan pada surat Al-Baqarah ayat 30.
Dalam kaitannya dengan penataan lingkungan, islam memandang bahwa sumber daya alam adalah suatu karunia besar yang tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Dalam kajian hukum islam, menghuni bumi dan mengelola kehidupan dibumi membutuhkan tiga muatan hukum, yaitu:
1.      Hukum rukun syari’at yaitu ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul yang secara jelas tertulis dalam al-qur’an dan al-hadist
2.      Hukum rukun fiqih yaitu hukum-hukum hasil pemahaman manusia yang berkualitas, berilmu dan mampu berijtihad
3.      As-siyasah yaitu at-tadbir (pengaturan).
Berkaitan dengan rukun yang kedua yakni hukum rukun fiqih, terdapat sejumlah ayat al-qur’an dan hadist yang terkait dengan lingkungan, misalnya tentang air, tanah, bintang, dan tumbuh-tumbuhan, diantaranya adalah:
1.      Q.S Al-Hajj ayat 65
2.      Q.S Al-Nur ayat 43
Adapun mengenai hadist Rasulullah SAW tentang peduli lingkungan jumlah banyak sekali, diantaranya :
1.      Larangan menelantarkan lahan (HR. Imam Bukhori dalam kitab Al-Hibbah)
2.      Penanaman pohon (reboisasi) adalah langkah terpuji (HR. Imam Bukhori)
3.      Larangan membunuh anak burung (HR. Abu Dawud)

E.     Institusi Konservasi Dalam Syariat Islam
1.      Hima
Hima merupakan kawasan yang harus dilindungi oleh pemerintah atas dasar syariat guna melestarikan dan mengelola hutan dan semak belukar, daerah aliran sungai dan kehidupan liar. Istilah hima diterjemahkan menjadi kawasan lindung , kawasan konservasi : taman nasioanal, suaka alam, hutan lindung dan suka margasatwa. Sebuah kawasan dapat menjadi hima bila memenuhi empat syarat yaitu:
a.       Ditentukan berdasarkan keputusan pemerintah
b.      Dibangun berdasarkan ajaran Allah SWT untuk tujuan-tujuan yang berkaitan dengan kesejahteraan umum
c.       Tidak menimbulkan kesulitan bagi masyarakat sekitar
d.      Harus mewujudkan manfaat yang nyata bagi masyarakat

2.      Iqta
Iqta merupakan lahan yang dipinjamkan oleh negara kepada para investor dengan perjanjian kesanggupan untuk mengadakan reklamasi. Oleh karena itu, dalam mengerjakan iqta harus ada jaminan tanggung jawab dan keuntungan baik untuk investor penggarap maupun untuk masyarakat sekitarnya.
Lahan yang digunakan untuk iqta adalah lahan yang didalamnya tidak terdapat kepentingan umum, misalnya sumberdaya air, kepentingan ekosistem, dan tidak menimbulkan masalah baru bagi daerah sekitar pada masa pengerjaannya. Dalam kawasan tersebut tidak boleh terdapat sumber daya mineral atau keuntungan umum lain yang seharusnya dikuasai oleh pemerintah.

3.      Harim
Harim merupakan zona dimana pembangunan terlarang dilakukan atau sangat terbatas untuk mencegah terjadinya kerusakan atau menurunnya manfaat dan sumberdaya alam. Biasanya harim terbentuk bersamaan dengan keberadaan ladang dan persawahan, dan luas kawasan ini berbeda dengan keduanya. Di dalam sebuah desa, harim dapat difungsikan untuk menggembalakan hewan ternak atau mencari kayu bakar.
Unsur penting dalam harim adalah adanya kawasan yang masih asli dan menjadi hak milik umum. Pemerintah dapat mengadministrasikan atau melegalisasi kawasan tersebut untuk keperluan bersama.

4.      Ihya al-Mawat
Tanah sebagai unsur lingkungan paling mendasar mendapat perhatian khusus dalam islam. Menghidupkan (ihya) kawasan mati (al-mawat) merupakan anjuran kepada setiap muslim supaya tidak adakawasan yang terlantar.

F.     Peranan Manusia Dalam Konservasi Lingkungan
Ada dua fungsi utama diciptakannya manusia yakni untuk beribadah seperti difirmankan Allah SWT dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 dan sebagai khalifah dimuka bumi seperti yang tertera dalam surat Al-Baqarah ayat 30. Fungsi kedua dari manusia yakni sebagai khalifah dimuka bumi artinya manusia bertugas mengelola semuayang ada dan telah diciptakan Allah dimuka bumi, hal ini erat kaitannya dengan alam sekitar. Ada beberapa kewajiban utama yang harus dilakukan oleh manusia terhadap alam sekitar adalah sebagai berikut:
1.      Membangun Rasa Cinta Terhadap Lingkungan
2.      Menanam dan Memelihara Pohon
3.      Mengelola Sumber Daya Alam (SDA)
4.      Tidak Merusak Lingkungan
5.      Membiasakan Diri Ramah Lingkungan

POLITIK DAN CINTA TANAH AIR
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A.     Politik dalam Perspektif Islam
Politik berasal dari kata yunani  “Polis” yang berarti kota. Secara secara sederhana, politik merupakan istilah yang merujuk pada kegiatan mengatur pemerintahan suatu Negara. Politik sebagai kata benda mencakup 3 pemahaman yaitu;
1.      Pengetahuan mengenai pemerintahan
2.      Segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan
3.      Kebijakan atau cara bertindak dalam menangani suatu masalah
Politik adalah aktifitas atau sikap yang bermaksud mengatur kehidupan masyarakat. Didalamnya terkandung unsur kekuasaan untuk membuat hokum dan menegakkannya dalam kehidupan bermasyarakat yang bersangkutan (Salim,1994;291). Berdasarkan pengertian ini maka dalam berpolitik terkandung tugas pemeliharaan (ri’ayah),perbaikan(islah),pelurusan (taqwim),pemberian petunjuk(irsyad),dan mendidik atau membuat orang menjadi beradab (ta’dib).
Dalam islam, politik harus netral dari keinginan nafsu dan merupakan wujud fungsi sebagai khilafah Allah. Karena itu, jiwa politik dalam islam adalah keikhlasan dan keterbukaan, sebab dengan cara ini fungsi control terhadap aktivitas pemerintahan akan berfungsi maksimal.
B.     Variasi Pandangan Umat Islam Dalam Melihat Relasi Islam Dan Negara
Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan Negara untuk melakukan kerjasama sosial dengan menjadikan agama (wahyu) sebagai pedoman
1.      Tipologi Relasi Agama Dan Negara
Berdasarkan pemikiran politik islam modern, terdapat 3 tipologi relasi agama yaitu;
a.       Tipologi teo- demokrasi
Tipologi teo-demokrasi menganggap bahwa agama sekaligus Negara, keduanya merupakan entitas yang menyatu. Kelompok inidisebut juga islam politik (al-islam as-siyasy) karena menganggap polotik sebagai bagian integral dari islam. Mereka memandang islam sebagai suatu agama yang serba lengkap, termasuk ketatanegaraan atau politik

b.      Tipologi Sekuler
Tipologi Sekuler berpendapat bahwa agama bukanlah Negara. Negara adalah urusan dunia yang mempertimbangkannya menggunakan akal dan kemaslahatan kemanusiaan yang bersifat duniawi saja. Agama adalah urusan pribadi dan keluarga. Agama tidak harus diatur Negara dan begitu sebaliknya.

c.       Tipologi moderat
Tipologi moderat (al-mutawassith) mereka berparadigma substantivistik. Aliran ini berpendirian bahwa isalam tidak mengatur sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan ketatanegaraan, menurut kelompok ini tidak satu nash pun dalam al-Qur’an yang memerintahkan didirikan sebuah Negara islam (iqbal & nasution,2010:28-29). Mereka menolak klaim ekstrim bahwa agama telah mengatur semua urusa, termasuk politik, dan menolak klaim ekstrim bahwa islam tidak ada kaitannya dengan Negara atau politik.

2.      Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Terkait dengan pemerintahan Indonesia, NKRI dari sudut pandang agama adalah sah karena presiden Indonesia dipilih langsung oleh rakyat sebagaimana prosedur pengangkatan Ali RA menjadi khalifah. Disamping itu, presiden dilantik oleh MPR, sebuah gabungan 2 lembaga tinggi, DPR dan DPD yang dapat merepresentasikan ahlul halli wal ‘aqdi dalam konsep al-mawardi dikitabnya al-ahkam ash-shulthaniya.
Empat pilar kebangsaan yang terdiri atas Pancasila,UUD 1945,NKRI, dan bhinneka tunggal ika, sebenarnya merupakan formulasi final umat islam Indonesia dari segala upaya mendirikan Negara dan membentuk pemerintahan.
Empat pilar kebangsaan tersebut selaras dengan prinsip-prinsip dasar politik islam. Prinsip-prinsip dasar dalam politik islam meliputi;
-          Prinsip Amanah
-          Prinsip Keadilan
-          Prinsip ketaatan
-          Prinsip Musyawarah

C.    Institusi Khilafah Dalam Tradisi Politik Islam
Khilafah dalam bahasa arab berarti penggantian. Kata ini mengingatkan orang pada kata khalifah yang ada dalam Q.S Al-Baqarah ayat 30.
Kata khalifah dalam ayat tersebut berarti tidak mempunyai konotasi politik maupun negara, melainkan bermakna wakil, pengatur, pengganti dan yang sejenis.
Khilafah merujuk pada sistem pemerintahan islam pertama yang didirikan pasca wafatnya Rasulullah SAW. Pemimpin dalam sistem ini disebut dengan khalifah. Sepeninggal Rasulullah umat Islam dilanda kepanikan. Belum terselesaikannya permasalahan mengenai siapa yang layak menjadi pengganti Rasul nyaris merobek kesatuan umat. Kaum Muhajirin sebagai orang-orang yang mendampingi Rasul sejak semula berdakwah di Makkah merasa berhak mendudukkan pengganti Rasul dari kalangan mereka. Sedangkan golongan Anshar merasa bahwa mereka lah penolong Rasul dan pembuka jalan bagi keberhasilan dakwah Islam ke seluruh jazirah Arab. Masing-masing pihak tidak mau kalah. Perselisihan diantara kedua golongan ini berlangsung di Saqifah Bani Saadah yang nyaris membuat keduanya menghunus pedang. Sementara itu Ali dan beberapa Ahlu Bait  tidak tahu menahu masalah ini. Mereka masih sibuk mengurusi jenazah Rasulullah yang belum disemayamkan.
Masalah kepemimpinan memang masalah krusial dalam tradisi Islam. Karena tidak adanya rumusan baku dalam teks-teks keagamaan mengenai prosedur pengangkatan pemimpin, menjadikannya lapangan pertarungan pemikiran diantara umat Islam sendiri. Kenyataan ini membuat sekte-sekte dalam Islam saling bersaing memperebutkan monopoli tafsir terhadap diskursus ini, masing-masing dengan persepsinya sendiri mengenai landasan-landasan kewenangan seorang pemimpin dan batas-batas ketaatan individu terhadap pemimpin.
Terpilihnya Abu Bakar sedikit meredakan tensi yang sempat memuncak diantara kaum Muslimin. Pribadi Abu Bakar yang memukau dan salah satu orang terdekat Rasulullah membuat umat Islam legowo untuk menerimanya sebagai pemimpin mereka. Keadaan ini berlangsung hingga akhir pemerintahan Utsman. Pasca kejadian terbunuhnya Utsman, benih-benih perselisihan kuno yang tadinya sempat teredam, muncul kembali dan mencapai titik kulminasi pada masa Ali, tepatnya setelah peristiwa tahkim. Di sinilah  akumulusi berbagai kepentingan individu, golongan, dan dibungkus dengan interpretasi sepihak doktrin-doktrin keagamaan terkumpul dan digunakan untuk meraih kekuasaan.  

Khilafah
Terma khilafah  merujuk pada sistem pemerintahan Islam pertama yang didirikan pasca mangkatnya Rasulullah. Pemimpin dalam sistem ini disebut khalifah, berasal dari akar kata kh-l-f, y-kh-l-f yang bermakna pengganti (suksesor). Pada awal mula penggunaannya, kata ini disambung dengan khalifah al-Rasul (pengganti Rasulullah), untuk merujuk kepada seseorang yang memimpin kaum Muslimin menggantikan Rasul, namun pada perkembangannya kemudian disebut dengan khalifah saja. Terma khilafah sendiri sebenarnya sinonim dengan imamah. Namun dalam penggunaannya, kedua terma tersebut merupakan dua konsep yang berbeda yang digunakan oleh sekte yang berlainan pula. Terma khilafah seringkali digunakan oleh mayoritas ahlus sunnah sedangkan kalangan syiah lebih akrab menggunakan kata imamah untuk menunjukkan konsep mereka dalam hal kepemimpinan.
Ayat-ayat Al-Quran yang lazim digunakan sebagai basis konsep khilafah, diantaranya adalah:

“ Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa (khulifa) dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. An-Nur 55)
Kata khulifa dalam ayat diatas dimaknai sebagai suksesor dan seseorang yang memimpin menggantikan Nabi. Dan juga ayat;
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.  Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS An-Nisaa 58-59)
Kedua ayat diatas, oleh Ibnu Taimiyah dipakai sebagai landasan pokok dalam bukunya As-Siasah al-Syariah yang mengelaborasi ayat 57 sebagai kewajiban pemimpin terhadap rakyatnya agar melayani rakyat dengan memegang teguh ‘amanah’ yang telah diberikan oleh mereka dan menegakkan ‘keadilan’ dalam segala bentuk hukumnya. Sedangkan pada ayat berikutnya, menurut Ibnu Taimiyah ditujukan kepada rakyat supaya menaati Allah dan Rasul-Nya dan pemimpin yang sudah mereka tetapkan sendiri, dengan catatan tidak menyimpang dari hukum Tuhan.
Kedua ayat diatas menyimpulkan dasar-dasar umum yang harus dipegang dalam tradisi politik Islam. Mayoritas ulama Islam sepakat, bahwa menegakkan khilafah, dalam artian kepemimpinan Islam hukumnya wajib, karena hal tersebut diandaikan dapat mempersatukan dan mengurusi perkara kaum Muslimin serta menegakkan hukum-hukum Tuhan di dalamnya. Itulah mengapa banyak sekali sarjana Islam yang menekankan pentingnya memiliki pemimpin dan hanya membolehkan diangkatnya satu pemimpin dalam pemerintahan Islam. Al-Mawardi, Ibnu Hazm, Qadhi Abdul Jabbar adalah beberapa sarjana yang menentang keras adanya dua atau lebih pemimpin dalam masyarakat Islam.
Menurut Hamid Enayat, setidaknya ada 3 hal pokok yang menjadi kepedulian para sarjana Islam dalam memotret masalah kepemimpinan dalam Islam yaitu; hak untuk memilih penguasa, prosedur pelaksanaan pemilihan, dan hak untuk melakukan pemberontakan terhadap keadilan yang diperankan penguasa.

Hak untuk Memilih Penguasa
Salah satu permasalahan utama dalam pemilihan pemimpin dalam Islam ialah kepemimpinan berasal dari suku Quraisy yang berdasar dari hadist Nabi; ‘Imam itu dari Quraisy’, dan ‘manusia itu mengikuti Quraisy baik dalam kebaikan maupun keburukan’. Hadist tersebut menimbulkan kontroversi dikarenakan muatan tekstualnya yang cenderung menonjolkan superioritas satu suku (Quraisy). Para cendekia Muslim berbeda pandangan dalam hal ini. Bagi mereka yang menolak pemaknaan tekstual, mengajukan landasan argumen  bahwa hadits tersebut tidak menunjukkan bahwa kepemimpinan selain suku Quraisy adalah tidak sah.  Salah satu sarjana yang berpendapat demikian ialah Al-Mawardi yang menulis bahwa khalifah harus Quraisy .
Tetapi apabila seorang pemimpin non-Quraisy dapat melaksanakan pemerintahan dengan baik, maka tidaklah diperlukan imam dari Quraisy. Karena berdasarkan ayat ‘ inna akramakum indallahi atqaakum’ dan hadits ’tidak ada keutamaan arab atas ajam kecuali dalam hal takwa’, menunjukkan bahwa ketakwaan dan kecakapan dalam memimpinlah yang dijadikan pertimbangan dalam memilih seorang pemimpin, dan bukannya berdasarkan keturunan darah saja.
Sedangkan kaum reformis kontemporer mantap meniadakan syarat tersebut (imam dari Quraisy) dengan beralasan bahwa hadits-hadits tersebut menunjukkan pemberitahuan (ikhbar) bukan hukum atau perintah. Hadist itu seperti halnya hadist 'kekhilafaan setelahku 30 tahun......' yang tidak memuat adanya perintah, namun sebagai kabar kejadian di masa mendatang. Beberapa pemikir yang mengamini gagasan ini diantaranya, Muhammad Abu Zahra, Mahmud Abbas Aqqad dan Dr. Ali Husni . Sementara mayoritas fuqaha klasik memandang bahwa perlu disyaratkannya nasab Quraisy dalam konsep imamah, dengan pertimbangan dhohir teks hadits tersebut menunjukan akan hal itu dan tidak ada tafsir lain yang menunjukkan akan makna selainnya. Namun meski demikian mereka (fuqaha klasik) juga membolehkan kepemimpinan non-Quraisy dengan dua syarat. Pertama, tidak ada suku Quraisy yang mampu memegang tampuk imam. Kedua, jika imam non-Quraisy tersebut memerintah dengan adil dan tidak keluar dari koridor syar’i.

Prosedur Pelaksanaan Pemilihan
Dalam bukunya, Islamic Early Conquest, Fred Donner berpendapat bahwa praktek standar Arab dalam masa awal kekhalifahan masih mengikuti tradisi kuno pra Islam. Dalam tradisi tersebut dikatakan bahwa pengangkatan pemimpin dipilih dari hasil musyawarah orang terkemuka dari kelompok suku untuk menentukan pemimpin dari kalangan mereka sendiri. Lazimnya pemilihan dalam tradisi Arab tidak berdasarkan garis keturunan saja, meskipun hal tersebut masuk dalam kategori pertimbangan. Namun pertimbangan utama adalah kecakapan dalam memimpin yang mampu memberikan perlindungan dan menegakkan keadilan diantara mereka.
Argumen ini dikemukakan oleh kalangan Sunni yang percaya bahwa pemilihan Abu Bakar adalah sah dan melalui standar prosedural yang benar. Mereka lebih lanjut berpendapat bahwa khalifah idealnya dipilih dalam pemilu atau berdasarkan konsensus masyarakat. Dari golongan sarjana klasik, Abu Bakar Al-Baqillani dan Imam Abu Hanifah yang dapat digolongkan mewakili pendapat ini. Keduanya mengatakan bahwa pemimpin kaum Muslimin tidak harus dari golongan tertentu seperti Quraisy, tetapi hanya harus dari suara mayoritas.
Bagi mayoritas Sunni, pemilihan pemimpin selayaknya dilakukan melalui prosedur syura (konsensus) yang dilakukan oleh para wakil rakyat dalam satu Majlis Syura (lembaga legislatif). Pentingnya hal ini didasarkan pada teks Al-Quran “Dan mereka mendiskusikan urusan mereka melalui musyawarah diantara mereka” (QS. 42;38) dan ayat “Berkonsultasilah dengan mereka (rakyat) mengenai masalah mereka. Kemudian ketika kalian telah mengambil keputusan, serahkanlah (urusan itu) kepada Allah”. (QS. 3:159)
Majlis Syura ini merupakan sarana untuk memilih khalifah baru. Al-Mawardi menulis bahwa untuk menjadi pemimpin harus memenuhi beberapa kriterria seperti; adil, memiliki kemampuan untuk membedakan mana calon yang baik dan mana yang bukan, serta mempunyai kebijaksanaan dalam memutuskan siapa yang paling baik dan layak menjadi khalifah. Bottom of Form

D.    Cinta Tanah Air Menurut Islam
Cinta tanah air merupakan tabiat alami manusia. Karena ditanah air itulah manusia dilahirkan dan dibesarkan, dididik dan disayang.cinta tanah air menimbulkan nasionalisme yaitu kesadaran dan semangat cinta tanah air.
Kecintaan terhadap tanah air akan menimbulkan sikap patriot, yang berarti sikap gagah berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Perwujudan sikap patriotisme dapat diwujudkan dengan cara menegakkan hukum dan kebenaran, memajukan pendidikan, memberantas kemiskinan, memelihara persaudaraan dan persatuan. Semangat cinta tanah air dapat diterapkan dilingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Cinta tanah air tercantum dalam Al-Qur’an yaitu pada surat: Q.S Hud ayat 61, Q.S Al-Baqarah ayat 144, Q.S Al-Baqarah ayat 126, Q.S An-Nahl ayat 123, Q.S Ali Imran ayat 95, Q.S Al-Mumtahanah ayat 8-9, Q.S An-Nisa’ ayat 59, Q.S Al-Maidah ayat 90, Q.S Al-Hujurat ayat 13, Q.S Al-Isra’ ayat 32.
Ajaran untuk cinta tanah air sesuai dengan isi pesan dalam 4 pilar kebangsaan yaitu:
1.      Pancasila
2.      UUD 1995
3.      NKRI
4.      Bhineka Tunggal Ika   

Comments